Aku tidak pernah menyangka, bahwa kamu yang selama ini
menjadi sahabatku tiba-tiba berubah status menjadi pacarku. Terkadang aku masih
tak percaya dengan situasi ini, terkadang aku lupa dan masih memperlakukanmu
sebagai sahabatku.
Aku tidak pernah menyangka, bahwa kamu yang selalu
mengejek laki-laki yang menjadi pacarku ternyata menyimpan rasa padaku. Hingga
akhirnya tiga bulan yang lalu, aku menyadari betapa sabarnya kamu menunggu aku.
Kamu adalah obat setiap aku dipatahkan. Menghibur dan
selalu menemani saat aku menangis karena dikecewakan. Kamu, selalu seperti
itu. Dan bodohnya aku tak sadar akan perasaanmu.
“Gak apa-apa, yang penting sekarang kamu tahu,” ucapmu
di malam itu, saat aku berwajah menyesal karena sudah membuatmu menunggu
terlalu lama.
Setiap aku dipatahkan, aku mendatangimu dengan banyak
aduan dan tangisan. Lalu kau sembuhkan, dan aku kembali pergi dengan sosok yang
baru. Memikirkan itu, memikirkan betapa kejamnya aku padamu, membuatku
benar-benar menyesal. Dan memikirkan apa yang sudah ku lakukan, benar-benar
membuatku takjub akan keteguhan dan sabarnya dirimu menghadapi aku.
Aku selalu merancau ingin bertemu dengan sosok yang
menyangiku dengan tulus tanpa memberiku rasa sakit, padahal sosok itu sudah
ada, aku sudah bertemu, dan aku sudah berada didekatnya, yaitu kamu. Beribu
kata bodoh ku ucapkan karena terlalu lamban menyadari itu.
Aku tidak bisa membayangkan setiap aku menangis
dipatahkan, seberapa sakit hatimu mendengarnya padahal jelas-jelas ada kamu
yang tidak pernah mengecewakan. Aku pun tak bisa membayangkan, bagaimana rasa
sakitnya kamu saat aku sembuh dari kekecewaan dan kembali menjalin hubungan
dengan sosok lainnya padahal kamu lah orang yang menyembuhkan.
Dengan kesakitan yang ku berikan, dengan penantian
panjang yang ku ciptakan, aku sangat bersyukur kamu masih bertahan. Terdengar
sangat kejam memang, tapi aku benar-benar bersyukur kamu masih ada, meski
terlambat, ketika rasamu masih padaku, kalimat terpanjang pun terasa tak cukup
untuk mengutarakan rasa terima kasihku.
Kamu bilang yang lalu biarlah menjadi kesakitanmu,
tapi entah mengapa setiap aku teringat akan perlakuanku selalu saja rasa
menyesal datang menyerang.
“Tidak ada yang bisa kamu rubah akan masa lalu itu,
Ri. Yang terpenting, saat ini aku sudah bersama kamu, dan tanggungjawablah dengan rasa sesal itu bahwa
kamu tidak akan pergi dariku,” ujarmu dengan sedikit tertawa. Tawa itu terlihat
sebagai bentuk kelegaan atas penantian panjangmu.
Dan, tak perlu kamu pinta, aku akan tetap bersama kamu
dan tidak akan meninggalkanmu. Terima kasih sudah membersamaiku ketika aku
patah, ku pastikan entah patah atau bahagia, aku akan tetap ada di sisimu.
0 komentar:
Posting Komentar